Senin, 30 November 2015

ujung laut pantai marunda

You must not for one instant give up the effort to build new lives for yourselves. Creativity means to push open the heavy, groaning doorway to life.

By Daisaku Ikeda

marunda
Hello World!
Jakarta, 22 November 2015
Dari rumah yang katanya kediaman si Pitung, Robinhoodnya Betawi, aku dan Yosi mencari pantai di ujung Marunda. Pantai Marunda berada dekat dengan Cagar Budaya Masjid Al-Alam Marunda. Keunikan Masjid Al-alam memiliki air tiga rasa serta masjid ini salah satu masjid tertua Jakarta. Saat kami melewati jalanan becek kami pun mampir di Masjid Al-alam tapi karena hari panas, jalan-jalan kami istirahat sebentar. Untungnya masjid Al-alam Marunda memiliki pendopo maka aku dan Yosi tertidur pulang sekitar 30 menit bersama dengan pengunjung lainnya. Gila cin kita jadi gembel tapi gembel bahagia.
masjid al alam marunda
masjid al alam marunda
Nah barulah jam 3 kami beranjak pergi untuk mencari pantai Marunda melewati jalanan kampung dengan pendop-pendopo menawarkan berbagai seafood seperti ikan bakar, cumi yang menggiurkan. Sampai kami ngoceh “kenapa tidak istirahat disini ya” kan ada pemandangan lautnya. Tapi jangan bayangkan pantainya putih yang ada pantainya di ujung dengan biaya retribusi untuk umum Rp3000, tapi karena pantainya yang hitam mirip Ancol tapi penuh dengan sampah juga. Sambil bergumam demi mencari pantai hingga ke ujung Marunda yang ditemukan ialah Lautan lepas dengan pinggiran pantai penuh sampah! Kondisinya kotor dan memprihatinkan!
pantai marunda
pantai marunda
Nah aku dan Yosi sebenarnya tertarik mencoba seafoodnya tapi karena harga satu porsi cumi-cumi Rp80.000 akhirnya kami memutuskan untuk makan kelapa pas diujung Marunda. Lucunya pas melewati jalanan ada seorang bapak yang menjual ebi Rp5000 tapi sepenuh keranjang. Gila murah banget! Tapi utnuk makanan seaffod di ujung Marunda agak mahal. Aku sempat mencoba keripik udang Rp5000 lalu aku dan Yosi memilih masuk ke dalam warung di pinggir Laut Marunda untuk minum kelapa seharga Rp15000.
Menikmati waktu!
Lalu selesai itu kami pun beranjak pulang, nah Yosi sempat membeli kerang Rp5000 dengan tawar menawar sengit sekali, untungnya penjualnya baik hati dan memberikan kami kerang yang lumayan banyak untuk diicip. Pulanya kami melewati rumah susun, nah waktu itu jam 4 sore kemudian aku melihat sosok seorang kakek yang menjual kipas angina mainan anak-anak dari daur ulang sampah. Harga mainan satunya yang kecil Rp2500 dan yang besar Rp5000 saja. Aku melihat uang disaku yang tinggal Rp14,000 dan Rp10,000 untuk pulang alhasil cuma bisa membeli Rp4000 yang kecil saja. Salut dengan si kakek walau sudah tua tapi semangat bekerjanya harus diapresiasi, paling tidak si kakek tidak mengemis. Ironi kehidupan sih dimana sebagian orang suka menghambur-hamburkan uang misalnya ya lihat di Mall ada orang stress beli tas Hermes seharga puluhan juta eh disisi lain ada yang berjualan kipas Rp5000 aja susah dapatnya hanya demi sesuap nasi dan menyambung hidup.
Meski aku gagal menemukan pantai di Ujung Marunda walau ada tapi buatku bukan pantai setidaknya perjalanan ke Marunda memberiku hikmah untuk mensyukuri setiap rezeki yang kudapatkan, belajar dari si kakek hebat. Itulah sebenarnya nikmat travelling, menemukan pelajaran berharga disetiap perjalananan

Salam
Winny

Tidak ada komentar:

Posting Komentar